Radar Singkil, Sebulusalam -Aceh |~ Gabungan organisasi mahasiswa dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengecam keras sikap pasif aparat penegak hukum (APH) di Kota Subulussalam.
Menurut mereka, rentetan indikasi penyalahgunaan anggaran desa yang kini semakin terbuka lebar menunjukkan kegagalan APH menjalankan tugas konstitusional — bahkan diduga turut memperparah buruknya tata kelola pemerintahan desa di kawasan perbatasan Aceh–Sumatera Utara itu.
“Kami tidak percaya APH buta; yang terjadi adalah pura-pura tidak melihat,” kata Adi Subandi, Direktur Eksekutif LSM API (Aliansi Pemantau Integritas), seraya menegaskan bahwa laporan dan bukti dari warga telah diserahkan berkali-kali ke Kejaksaan Negeri Subulussalam dan kepolisian, namun tak satu pun berujung pada proses hukum.
Menurut hasil investigasi gabungan mahasiswa dan LSM, sejumlah kegiatan seperti bimbingan teknis (bimtek), pelatihan, dan penyuluhan yang menyedot dana desa hingga miliaran rupiah setiap tahun justru berfungsi sebagai “bancakan anggaran”—dikemas dengan jargon peningkatan kapasitas aparatur desa tanpa mekanisme perencanaan dan pengawasan yang transparan.
Pelatihan Mahal di Medan Jadi Sorotan
Salah satu sorotan utama adalah Pelatihan Keterampilan Desa se-Kota Subulussalam yang digelar di Hotel Radisson Medan pada 13–17 April 2025. Mahasiswa ALAMP AKSI Aceh menyebut alokasi anggaran sebesar sekitar Rp 1,2 miliar untuk kegiatan tersebut sangat janggal: semestinya penyelenggaraan bisa dilakukan di wilayah setempat, bukan di hotel mewah jauh dari desa-desa yang bersangkutan.
“Rp 1,2 miliar untuk pelatihan di hotel mewah? Uang rakyat bukan untuk jalan-jalan dan hiburan malam,” ujar Mahmud, Ketua DPW ALAMP AKSI Aceh.
Mereka juga menilai proses seleksi panitia dan peserta tidak transparan — ada peserta yang bukan berasal dari desa, termasuk wartawan dan kerabat panitia.
Lebih memalukan lagi, beredar video seorang kepala desa yang diduga keluar dari tempat hiburan malam di Medan pada pukul 04.00 pagi. Meski bukti semacam ini telah beredar luas, demonstran menilai APH tetap bungkam.
Tuntutan Tegas: Panggil Pelaksana & Bongkar Aliran Dana
Ketua DPW ALAMP AKSI Provinsi Aceh, Mahmud, mendesak Kejari Subulussalam segera memanggil pihak pelaksana kegiatan, Global Edukasi Prospek, serta panitia rekanan untuk dimintai penjelasan dan diperiksa secara tuntas. Ia mengancam akan membawa kasus ini ke tingkat provinsi jika tidak ada tindakan.
“Kami beri waktu 5×24 jam untuk merespons. Bila tidak, kami akan bergerak ke Kejati Aceh untuk membuka selubung permainan antara panitia dan oknum penegak hukum,” tegas Mahmud.
Secara terbuka, gabungan mahasiswa dan LSM juga mengajukan tuntutan konkret kepada Kejari Subulussalam:
1. Segera memanggil dan memeriksa Global Edukasi Prospek sebagai pelaksana kegiatan.
2. Mengusut tuntas aliran dana dan aktor di balik pelatihan fiktif serta rekayasa perjalanan dinas.
3. Menyelidiki dugaan gratifikasi dan suap yang melibatkan pejabat pengawas maupun penegak hukum.
4. Mengumumkan hasil pemeriksaan kepada publik dalam 7×24 jam.
Dari Kekhawatiran ke Aksi: Ultimatum Satu Minggu
Gabungan mahasiswa dan LSM memberi tenggat satu minggu (7×24 jam) kepada Kejari Subulussalam untuk mengambil langkah nyata: menindak panitia dan rekanan yang terlibat, menghentikan praktik pembiaran yang terindikasi kongkalikong, dan membuka akses informasi kepada publik. Jika tidak ada respons, mereka menyatakan siap menggelar aksi besar di depan Kejaksaan Tinggi Aceh dan melaporkan persoalan ini ke lembaga pengawas yang lebih tinggi.
Para penggiat itu memperingatkan bahwa apabila APH terus diam, persoalan bukan lagi sekadar penyalahgunaan anggaran — melainkan indikasi kejahatan terorganisir yang menggerogoti kepercayaan publik dan merusak layanan dasar bagi masyarakat desa.
